Saturday, October 25, 2008

Optimalisasi Lahan Lebak

Pengelolaan air pada lahan lebak dangkal dan tengahan dapat dikembangkan melalui pembuatan saluran air di dalam petakan lahan. Saluran ini sekaligus berfungsi sebagai tempat penampungan ikan alam atau tempat pemeliharaan ikan, serta sebagai penampung air untuk keperluan tanaman pada musim kemarau. Sampai saat ini petani telah mengusahakan lahan ini dengan berbagai tanaman, mulai dari tanaman semusim khususnya tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman industri, maupun dikombinasikan dengan komoditas perikanan atau peternakan.
Masalah utama pengembangan lahan lebak untuk pertanian adalah kondisi hidro-topografi serta rejim air yang beragam, banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau, drainase lamban dan kemasaman tanah.
Teknik penataan dan pengelolaan lahan serta pola tanam yang tepat, sesuai dengan karakteristik lahan diwilayah tersebut sangat diperlukan untuk mengatasi kondisi hidro-topografi serta rejim air yang beragam. Pengelolaan air pada lahan lebak dangkal dan tengahan dapat dikembangkan melalui pembuatan saluran air di dalam petakan lahan. Saluran ini sekaligus berfungsi sebagai tempat penampungan ikan alam atau tempat pemeliharaan ikan, serta sebagai penampung air untuk keperluan tanaman pada musim kemarau. Sampai saat ini petani telah mengusahakan lahan ini dengan berbagai tanaman, mulai dari tanaman semusim khususnya tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman industri,maupun dikombinasikan dengan komoditas perikanan atau peternakan.

Alternatif pola tanam yang dapat dilakukan :
1. Pada musim hujan (MH) I adalah padi surung pada tabukan (sawah).
2. Pada MH II yang merupakan mendekati akhir musim hujan ditanam sayuran (tomat atau cabai) pada guludan.
3. Sedangkan pada musim kemarau (MK) I yang merupakan awal musim kemarau ditanam palawija atau padi rintak dan juga sayuran pada guludan.
4. Pada MK II yang menjelang akhir musim kemarau ditanam palawija, terutama yang toleran kekeringan seperti kacang hijau atau jagung.
5. Sedangkan tanaman tahunan seperti jeruk tidak terpengaruh dengan musim.

Dalam penentuan pola tanam ini, padi merupakan komoditas utama, sedangkan komoditi penunjang adalah palawija (jagung, kacang hijau, kedelai), sayuran (tomat dan cabai), dan buahbuahan (jeruk).
Dasar pemilihan padi sebagai komoditas utama antara lain adalah dengan teknik budidaya dan penggunaan varietas yang sesuai, padi dapat tumbuh optimal.
Dan kunci keberhasilan pengembangan lahan ini terletak pada: pertama, pemilihan kelompok tani yang kooperatif dan visioner; kedua, penyediaan saprodi tepat waktu, jumlah dan kualitas, termasuk di dalamnya modal, tenaga (manusia atau alsintan), bibit, pupuk, herbisida dan pestisida; dan ketiga, dukungan pemasaran hasil produksi khususnya menjamin kesetabilan harga di tingkat petani (farm gate price).

(Balitra & BPTP)

Monday, October 20, 2008

Potensi & Masalah Ternak Itik

Kabupaten Hulu Sungai Utara dikenal sebagai sentra ternak khususnya ternai itik Alabio
yang menjadi produk andalan daerah baik dalam b
entuk produksi daging maupun hasil
ternak berupa telor.


Peluang pen
gembangan usaha ternak itik cukup besar, hal ini disebabkan karena
memiliki potensi antara lain :

1. Bibit
Kete
rsediaan bibit itik Alabio termasuk mudah karena telah ada spesialisasi usaha yaitu
ada petani yang melakukan pemeliharaan itik pembesaran dan usaha penetasan.
Adanya i
tik jenis baru yaitu itik MA (Mojosari Alabio) bagi sebagian masyarakat
peternak di Kab. HSU belum mengadopsi. Keunggulan dari jenis itik ini adalah tingkat
efisiensi pakan cukup tinggi namun harga telur dan itik afkir relatif lebih murah berbeda
dengan itik Alabio yang biaya pakan lebih mahal tetapi harga telur dan itik afkir juga
lebih mahal.
2. Pemasaran
Pemasaran bibit dan telur itik cukup baik dan tidak ada masalah, hal ini ditunjukkan
adanya permintaan bibit yang cukup tinggi dari daerah lain seperti Kalimantan Timur
dan Tengah.
3. Keterampilan
Petani mempunyai keterampilan yang baik dalam hal memelihara dan menyeleksi,
keterampilan ini merupakan warisan turun temurun dan pengalaman. Bahkan ada jasa
dalam hal memilih telur, bibit atau menentukan jenis kelamin itik pada umur muda (1-7
hari). Keterampilan ini merupakan potensi yang mendukung dalam peningkatan
produksi itik.
4. Sosial Budaya
Usaha pemeliharaan ternak itik tidak mengalami hambatan atau masalah namun bahkan
diterima di masyarakat, masyarakat tidak malu untuk melakukannya. Oleh karena itu
kegiatan ini dapat berkembang luas.
5. Dukungan Swasta dan Pemerintah
Dukungan terhadap perkembangan ternak itik memerlukan bantuan dana pinjaman untuk
lebih meningkatkan usahanya

Selain potensi di atas, terdapat permasalahan yang dihadapi dalam beternak itik
yaitu mahalnya harga pakan, ketersediaan bahan pakan yang sangat tergantung musim dan
fluktuasi harga produk baik telur, daging maupun bibit dan masalah penyakit (terutama flu
burung). Berdasar potensi dan permasalahan di atas, terdapat beberapa alternatif pemecahan
masalah yang dapat dilakukan:
1. Teknologi pakan, dengan tujuan untuk menurunkan harga pakan tanpa mempengaruhi
produksinya, pemanfaatan pakan lokal yang belum optimal seperti sumber protein
yaitu keong mas, ikan rucah, hijauan misalnya eceng gondok
2. Pengendalian dan pencegahan penyakit terutama penyakit berbahaya dan menular
dengan cara penyuluhan yang intensif dan pengadaan vaksin agar peternak dengan
cepat dan modal untuk membeli
3. Pemantapan kelembagaan akan pentingnya kelembagaan dalam hal pengendalian harga
baik produk itik maupun saprodi itik (pakan, bibit)
4. Penguatan modal usaha, dengan cara meningkatkan jalinan kerjasama baik dengan
pemerintah dan swasta dengan kesepakatan dan perjanjian agar tidak ada yang
dirugikan
(Eni Siti Rohaeni, Yanti Rina. PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK. BPTP Kalimantan Selatan, Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra)).

Saturday, October 18, 2008

Negara Dipa?

Gambar denah situs Candi Agung koleksi Museum Lambung Mangkurat.
Gambar denah situs Candi Agung koleksi Museum Lambung Mangkurat.

Kerajaan Negara Dipa

Kerajaan Kuripan memiliki daerah-daerah bawahan, yang masing-masing dipimpin oleh seorang Sakai. Sebuah pemerintahan Sakai kira-kira sama dengan pemerintahan lalawangan (distrik) pada masa Kesultanan Banjar. Salah satu negeri bawahan Kuripan adalah Negara Dipa. Menurut Hikayat Banjar, Negara Dipa merupakan sebuah negeri yang didirikan Ampu Jatmika yang berasal dari Keling. Diduga Ampu Jatmika menjabat sebagai Sakai di Negara Dipa (Distrik Margasari), ia bukanlah keturunan bangsawan dan juga bukan keturunan raja-raja Kuripan, tetapi kemudian dia berhasil menggantikan kedudukan raja Kuripan sebagai penguasa Kerajaan Kuripan yang wilayahnya lebih luas tersebut, tetapi walau demikian Ampu Jatmika tidak menyebut dirinya sebagai raja, tetapi hanya sebagai Penjabat Raja (pemangku). Penggantinya Lambung Mangkurat kemudian berhasil memperoleh seorang Raja Putri yaitu Putri Junjung Buih, yang mungkin masih keturunan Kuripan. Kelak putri ini dikawinkan dengan seorang bangsawan dari Majapahit bernama (Pangeran Suryanata I). Keturunan mereka berdua inilah yang kelak sebagai raja-raja di Negara Dipa.

Menurut Tutur Candi, Kerajaan Kahuripan adalah kerajaan yang lebih dulu berdiri sebelum Kerajaan Negara Dipa di Hulu Sungai Utara yang didirikan Ampu Jatmika. Karena raja Kerajaan Kahuripan menyayangi Ampu Jatmika sebagai anaknya sendiri maka setelah dia tua dan mangkat kemudian seluruh wilayah kerajaannya (Kahuripan) dinamakan sebagai Kerajaan Negara Dipa, yaitu nama daerah yang didiami oleh Empu Jatmika. (Fudiat Suryadikara, Geografi Dialek Bahasa Banjar Hulu, Depdikbud, 1984)

Kerajaan Negara Dipa semula beribukota di Candi Laras (Distrik Margasari) dekat hilir sungai Bahan, kemudian ibukotanya pindah ke hulu sungai Bahan yaitu Kuripan (Distrik Amuntai), karena Ampu Jatmika sebagai penerus Raja Kuripan. Kepindahan ini menyebabkan nama Kerajaan Kuripan berubah menjadi Kerajaan Negara Dipa. Ibukota waktu itu berada di Candi Agung yang terletak di sekitar percabangan sungai Bahan/sungai Negara yang bercabang menjadi sungai Tabalong dan sungai Balangan dan sekitar sungai Pamintangan (sungai kecil anak sungai Negara).

Kerajaan ini dikenal sebagai penghasil intan pada zamannya.

[sunting] Raja Negara Dipa

  1. Ampu Jatmika putera Aria Mangkubumi (pemangku)
  2. Lambung Mangkurat putera Ampu Jatmika (pemangku)
  3. Putri Junjung Buih, anak angkat Lambung Mangkurat
  4. Pangeran Surya Nata I (1438-1460) dari Majapahit, suami Putri Junjung Buih
  5. Maharaja Surya Gangga Wangsa putera Surya Nata I
  6. Putri Kalungsu-Raden Carang Lalean

Pada masa Maharaja Sari Kaburangan anak Putri Kalungsu, untuk menghindari bala bencana ibukota kerajaan dipindahkan dari Kuripan karena dianggap sudah kehilangan tuahnya, pusat pemerintahan dipindah ke arah hilir sungai Negara (sungai Bahan) yaitu kota Negara (Kecamatan Daha Selatan) sehingga kerajaan disebut dengan nama yang baru sesuai letak ibukotanya yang ketiga ketika dipindahkan yaitu Kerajaan Negara Daha.

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas